25 Januari 2012, menandai tepat satu tahun peringatan protes
antipemerintah di Mesir yang menyebabkan mundurnya Hosni Mubarak dari
kursi Presiden. Lebih dari seratus ribu penduduk Mesir yang mayoritas
anak muda, menuntut kebebasan politik, upah kerja yang lebih layak,
serta kondisi kerja yang lebih baik. Egypt Youth Data Sheet: Selected Data From SYPE 2009 yang
merupakan kolaborasi antara Biro Rujukan Penduduk dan the Population
Council dengan dukungan dana dari Ford Foundation Kairo mengukur status
dan kesejahteraan dari populasi muda yang sedang berkembang ini.
Data dikumpulkan oleh the Population Council tahun 2009 mengenai
kesehatan, sosial dan kesejahteraan ekonomi terhadap tingkat frustasi
anak muda Mesir. Hampir sepertiga laki-laki muda usia 15-29 tahun
menginginkan untuk keluar dari Mesir, terutama untuk mencari pekerjaan
ataupun pekerjaan yang lebih layak.1 Tingkat pengangguran
pada anak muda jauh lebih tinggi daripada rata-rata nasional –sedikitnya
90 persen dari penganggur di Mesir merupakan anak muda, dan 29 persen
populasi Mesir adalah anak muda. 2 Laki-laki muda penganggur
telah mencari pekerjaan selama rata-rata 109 minggu, dan belum
mendapatkan pekerjaan, namun perempuan muda menghabiskan waktu yang
lebih lama, yakni 149 minggu untuk mencari pekerjaan. Jumlah itu tidak
tidak termasuk yang telah putus asa dalam mencari pekerjaan.
Sehingga tidak mengherankan jika teriakan-teriakan “roti, kebebasan,
dan martabat manusia” masih bergema, khususnya di antara dua kelompok
yang sangat terpinggirkan: perempuan muda Mesir dan orang yang hidup
dengan HIV dan AIDS. Terdapat lebih dari 11 juta perempuan muda di
Mesir, membuat mereka sebagai kelompok paling termarginalkan, bandingkan
dengan 11.000 orang yang hidup dengan HIV dan AIDS (per tahun 2009)-
yang terkecil namun merupakan kelompok yang paling terstigmatisasi. 3
Perempuan muda memiliki kesempatan yang lebih rendah dibandingkan
lawan jenisnya untuk bisa bersekolah, sebagian dikarenakan signifikannya
jumlah perempuan yang menikah pada usia sangat muda sehingga putus
sekolah. Sekitar sepertiga (29 persen) perempuan yang menikah berusia 18
hingga 29 tahun menikah sebelum mencapai usia 18 tahun. Perempuan yang
berada pada kuintil kekayaan terbawah mencapai 44 persen. 4
Pernikahan anak, yang didefinisikan oleh PBB sebagai pernikahan sebelum
usia 18 tahun, bukan hanya pelanggaran terhadap hak anak, namun juga
melanggengkan lingkaran kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan tingginya
kelahiran. Di antara perempuan usia 20-29 tahun yang tidak pernah
bersekolah, 70 persennya melahirkan sebelum usia 20 tahun, dibandingkan
dengan 27 persen perempuan yang menyelesaikan pendidikannya hingga
universitas selama empat tahun.
Pendidikan merupakan kunci dalam memberdayakan perempuan secara
sosial dan ekonomi. Perempuan muda Mesir dengan pendidikan hingga
universitas memiliki kemungkinan 10 kali lebih besar untuk masuk ke
dalam angkatan kerja dibandingkan mereka yang tidak pernah bersekolah.
Tiga belas persen perempuan usia 15-29 tahun diketahui tidak pernah
bersekolah.
Di antara perempuan menikah yang tidak pernah bersekolah, 17 persen
memiliki suami yang berusia sedikirnya 11 tahun lebih tua, dibandingkan
dengan 7 persen perempuan yang mengenyam pendidikan hingga perguruan
tinggi selama empat tahun atau lebih.
Ketidakseimbangan kepemilikan kuasa antara kedua jenis kelamin dalam
rumah tangga tercermin dalam data: 86% laki-laki muda dan 74% perempuan
muda yang disurvei mengatakan bahwa seorang istri harus mendapatkan
perizinan suami untuk melakukan apapun. Tujuh puluh satu persen
laki-laki muda dan 49 persen perempuan muda percaya seorang perempuan
harus mematuhi saudara laki-lakinya, meskipun lebih muda darinya.
“Martabat” telah lama digunakan oleh anak muda Mesir di seluruh
penjuru negara selama masa revolusi. Namun rakyat yang terpinggirkan,
yakni mereka yang hidup dengan HIV dan AIDS mendapatkan martabat yang
paling rendah. Survei tahun 2009 menunjukkan bahwa hanya 20 persen
laki-laki muda dan 16 persen perempuan muda yang berkenan untuk
berinteraksi dengan orang yang terinfeksi HIV. Dan di antara perempuan
muda berpendidikan universitas, mencapai 49 persen – jumlah tertinggi.