Program keluarga berencana (KB) tak bisa ditawar-tawar lagi: wajib
ada. Penegasan ini disampaikan Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Siti Fathonah saat
membuka kegiatan Konsolidasi Program Kependudukan, Keluarga Berencana,
dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) dengan Mitra Kerja di Hotel Ayong,
Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat pada Selasa siang 6 Mei 2014 lalu.
Pernyataan tegas ini sekaligus warning di tengah tingginya ancaman ledakan penduduk di Jawa Barat.
“KB itu harga mati. Tidak boleh tidak. Wajib dilaksanakan di daerah
sebagai solusi masalah kependudukan. Program KB bukan semata-mata
tanggung jawab BKKBN, melainkan tanggung jawab semua satuan kerja
perangkat daerah yang menangani program KB, apapun nomenklaturnya,”
tegas Fathonah.
Fathonah beralasan, kewajiban pemerintah daerah untuk
menyelenggarakan program KB yang kini meluas menjadi KKBPK telah diatur
dalam sejumlah keputusan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah
pusat. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi pemerintah daerah untuk
mengabaikan program yang sempat mengorbitkan nama Indonesia di pentas
internasional tersebut.
Merujuk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, program keluarga
berencana dan keluarga sejahtera merupakan salah satu urusan wajib
pemerintah daerah. KB masuk dalam kategori pelayanan dasar yang wajib
diselenggarakan pemerintah daerah.
Pentingnya program KB juga tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pedoman
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana Kerja Pembangunan Daerah
Tahun 2015. Di sana disebutkan, dalam rangka peningkatan pelayanan
bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera meliputi jenis
pelayanan dasar yang mencakup pelayanan Komunikasi Informasi dan Edukasi
Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera (KIE KB dan KS), penyediaan
alat dan obat kontrasepsi, dan penyediaan informasi data mikro, telah
ditetapkan Peraturan Kepala BKKBN Nomor 55/HK-010/B5 Tahun 2010 tentang
SPM Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota.
Berkaitan dengan pencapaian target indikator SPM bidang keluarga
berencana, maka perumusan kegiatan dalam penyusunan RKPD Tahun 2015
supaya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Sosialisasi kebijakan
pengendalian penduduk melalui perencanaan pengendalian penduduk,
kerjasama pendidikan, kependudukan dan analisa dampak kependudukan; 2)
Pengembangan peta Pasangan Usia Subur (PUS) dan pendataan keluarga di
desa; 3) Penyediaan dukungan operasional lini lapangan bagi Kelompok
Kegiatan (POKTAN), Petugas Pembantu Lapangan Keluarga Berencana
(PPLB)/Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) danInstitusi
Masyarakat Pedesaan (IMP) minimal 12 kali dalam setahun; 4) Rapat
koordinasi program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan
Keluarga ditingkat desa dan kecamatan; dan 5) Penyediaan dukungan
operasional dan sumber daya manusia untuk Pusat Pelayanan Keluarga
Sejahtera (PPKS) di tingkat kecamatan.
Terlepas dari soal regulasi, Fathonah mengingatkan pentingnya program
KKBPK tidak lepas dari posisi Jawa Barat dalam peta demografi nasional.
Saat ini, sambung Fathonah, jumlah penduduk Jawa Barat nyaris mencapai
20 persen dari total penduduk nasional. Dengan begitu, potret Indonesia
sangat ditentukan oleh performance Jawa Barat.
“Wajah Jawa Barat merupakan wajah Indonesia. Baik buruknya Indonesia
ditentukan oleh 20 persen penduduk Indonesia di Jawa Barat. Ini menjadi
tantangan bagi kita semua. Masyarakat perlu dididik untuk lebih berdaya
dan lepas dari ketergantungan,” kata Fathonah.
Tantangan lainnya, sambung Fathonah, adalah laju pertumbuhan penduduk
(LPP) Jawa Barat berdasarkan Sensu Penduduk (SP) 2010 sebesar 1,9
persen per tahun. Bahkan, update dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan LPP 2014 mencapai 2014. Pengendalian penduduk pun menjadi sebuah keniscayaan.
Dia mencontohkan, salah satu daerah di Jawa Barat yang kini berada di
ambang jurang bahaya ledakan penduduk adalah Kota Bandung. Berdasarkan
SP 2010, kepadatan penduduk Kota Bandung mencapai 14 ribu jiwa per
kilometer persegi. Padahal menurut standar Badan Kesehatan Dunia (WHO),
kepadatan ideal penduduk hanya 1.000 jiwa per kilometer persegi.
“Kebayang kan bagaimana sesaknya hidup di Kota Bandung? Makanya tidak
perlu berbondong-bondong datang ke Bandung,” ujarnya sambil
tersenyum.(NJP)(duanak.com)