Pada konsep pembangunan yang menempatkan manusia sebagai titik
sentral pembangunan, posisi penduduk tidak lagi sebagai obyek melainkan
menjadi subyek. Berkenaan dengan itu, sudah seharusnya setiap
perencanaan pembangunan di sektor mana pun selalu berbasiskan data
penduduk. Permasalahan yang muncul, data penduduk yang tersedia dan
dijadikan acuan untuk perencanaan adakalanya berbeda-beda. Pada akhirnya
timbul pertanyaan, data penduduk mana yang sebaiknya digunakan.
Adanya perbedaan data, penulis sendiri melihatnya sebagai hal yang
sangat wajar, karena sangat sulit untuk membuat suatu publikasi data
penduduk akurat, berkenaan dengan sifatnya yang dinamis. Misalkan pada
hari tertentu kita melakukan pendataan, belum juga data diterbitkan,
mungkin beberapa jam kemudian data sudah berubah karena adanya proses
kelahiran atau kematian maupun migrasi. Apalagi jika data penduduk
tersebut hasil estimasi atau proyeksi.
Walaupun perbedaan tersebut wajar, tentunya tidak elok jika dalam
membuat suatu perencanaan, setiap sektor pada wilayah administrasi yang
sama menggunakan data yang berbeda-beda, apalagi jika masing-masing
sektor merasa datanya lah yang paling benar. Dalam menyikapi perbedaan
tersebut, yang perlu dilakukan adalah menyamakan persepsi sektoral
terhadap data penduduk yang tersedia.
Sumber Data
Sensus. Di Indonesia saat ini, data penduduk yang dapat
disebut paling mendekati kondisi sebenarnya hanyalah data penduduk hasil
sensus. Mengapa demikian, karena pada waktu yang bersamaan dilakukan
pendataan di seluruh wilayah terhadap seluruh populasi. Dalam istilah
statistika angkanya disebut paramater, bukan lagi statistik. Terhadap
parameter tidak perlu dilakukan uji statistik karena dianggap sudah
merepresentasikan seluruh populasi.
Kekurangan sensus, data penduduk baru bisa diterbitkan dalam waktu
yang relatif lama, sehubungan dengan banyaknya data yang harus diolah.
Peran data seperti ini tentu saja bukan untuk dijadikan sebagai dasar
perencaan sektoral, karena data yang diperlukan dalam perencanaan adalah
kondisi-kondisi penduduk di tahun-tahun mendatang. Namun jika
ketersediaan data sensus dijadikan sebagai basis untuk melakukan
estimasi atau proyeksi, akan lebih baik dibandingkan dengan data
penduduk yang berasal dari sumber lain seperti hasil survey dan
registrasi.
Survei. Pelaksanaan sensus penduduk oleh BPS di Indonesia
hanya dilakukan sepuluh tahun sekali, pada tahun yang berakhiran angka
nol. Mengatasi masalah waktu tersebut, dilakukan survei setiap tahun
berakhiran angka lima, yang dikenal dengan istilah Supas atau Survei
Penduduk Antar Sensus. Sama halnya dengan hasil sensus, data penduduk
hasil survei pun baru diterbitkan beberapa waktu kemudian, walaupun
waktu penerbitan biasanya lebih cepat dibandingkan dengan sensus.
Survei berkaitan dengan proses sampling. Sampling
sendiri dalam wacana statistika didasarkan pada kaidah-kaidah
probabilitas atau kemungkinan-kemungkinan. Pendataan tidak dilakukan
terhadap seluruh populasi, sehingga datanya tidak bisa disebut sebagai
parameter, tetapi disebut sebagai statistik. Dalam ranah statistika
inferensial, hasil survei masih perlu diuji untuk menentukan interval
kepercayaannya.
Registrasi. Data penduduk yang lebih aktual bisa diperoleh
dari hasil registrasi, karena dalam konsep registrasi palaporan
kelahiran, kematian, dan migrasi penduduk dilakukan secara rutin dan
kontinyu, sehingga data bisa ter-update setiap saat. Data
registrasi inilah yang sebetulnya menjadi harapan sebagai basis data
terbaik untuk melakukan estimasi dan proyeksi penduduk, karena datanya
lebih aktual. Sayang pelaksanaan registrasi di Indonesia pada umumnya
masih belum berjalan dengan baik.
Estimasi dan Proyeksi
Telah diuraikan sebelumnya, paling tidak ada tiga sumber data
penduduk, yang masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan
tersendiri. Namun dalam konteks perencanaan pembangunan berbasiskan data
penduduk pada masa yang akan datang, data tersebut hanya dapat
dijadikan acuan sebagai basis untuk memperkirakan data penduduk
tahun-tahun mendatang, melalui teknik estimasi maupun proyeksi.
Istilah estimasi penulis gunakan untuk teknik perhitungan yang biasa
dipakai untuk memperkirakan total penduduk, sementara istilah proyeksi
untuk teknik perhitungan yang dapat memperkirakan jumlah penduduk
berdasarkan kelompok umur. Ada beberapa teknik estimasi yang bisa
dipakai, secara garis besar dibedakan menjadi intercencal dan postcencal.
Pada teknik estimasi penduduk kelompok postcencal, tersedia
beberapa pendekatan yang biasa dipakai, antara lain pendekatan aritmatik
dan geometrik yang didasarkan pada asumsi pola pertumbuhan penduduk
linier, dan pendekatan eksponensial dengan memakai asumsi pertumbuhan
penduduk nonlinier. Adanya perbedaan asumsi yang dipakai sebagai dasar
estimasi tentu saja akan menghasilkan data penduduk yang berbeda pula,
walau mungkin perbedaannya tidak terlalu besar. Bahkan dengan memakai
data dasar yang sama pun, teknik estimasi yang berbeda akan menghasilkan
angka berbeda pula.
Pada teknik estimasi hanya melibatkan sebuah variabel, yaitu total
penduduk, perbedaan lebih disebabkan adanya pendekatan tren teoretis
yang masuk dalam formulasi matematis. Pada teknik proyeksi, variabel
yang terlibat tidak hanya data total penduduk, juga variabel lain yaitu
fertilitas, mortalitas, dan migrasi.
Persoalan yang bisa menimbulkan perbedaan hasil proyeksi lebih
kompleks lagi. Data fertilitas misalnya, pada umumnya didapat melalui
perhitungan metode tidak langsung seperti metode own children
atau yang lainnya. Demikian pula data mortalitas, seperti IMR atau
harapan hidup, diperoleh dari hasil perhitungan tidak langsung. Apalagi
jika sudah menyangkut data migrasi.
Selain persoalan data dasar penduduk, pada teknik proyeksi, variabel
fertilitas, mortalitas, dan migrasi harus diprediksi kemungkinan
perkembangannya pada tahun-tahun yang akan datang. Bagaimana misalnya
prediksi terhadap fertilitas, apakah akan meningkat, konstan, atau
menurun. Hal ini tentu saja akan sangat terkait, bagaimana rencana
intervensi alat kontrasepsi (alkon), bagaimana perkembangan kesehatan
ibu, bagaimana kemungkinan kondisi ekonomi yang bisa memperkuat
pembelian alkon secara mandiri, dan yang lainnya.
Kecermatan dalam memprediksi perkembangan kondisi yang akan
berpengaruh terhadap fertilitas, mortalitas, dan migrasiakan sangat
terkait erat dengan kecermatan hasil proyeksi. Sehingga dalam membuat
proyeksi, tidak semata-mata pertimbangan faktor-faktor demografi formal
atau angka-angka, tetapi perlu mempertimbangkan masukan dari berbagai
sektor terkait.
Memahami dan Menyikapi Perbedaan
Berdasarkan uraian terdahulu cukup tergambar, adanya perbedaan data
penduduk bisa berasal dari perbedaan sumber data serta metode yang
dipakai untuk melakukan estimasi maupun proyeksi penduduk. Bahkan ketika
data dasar yang dipakai untuk estimasi penduduk sama, tetapi metode
yang dipakai berbeda bisa menghasilkan hasil estimasi yang berbeda pula.
Lebih-lebih dalam teknik proyeksi, misalnya metode yang dipakai sama,
data dasar penduduk sama, juga variabel fertilitas, mortalitas, dan
migrasi yang dijadikan dasar perhitungan sama, namun hanya karena ada
perbedaan pemakaian asumsi untuk memprediksi kondisi fertilitas di masa
datang, juga akan menghasilkan data penduduk yang berlainan. Apalagi
jika perbedaan terjadi tidak hanya tentang asumsi perkembangan
fertilitas, namun juga tentang asumsi mortalitas dan migrasi, maka
perbedaan data akan lebih bervariasi lagi.
Dalam kaitan dengan perencanaan pembangunan, secara singkat bisa
dijelaskan, bahwa adanya perbedaan data penduduk harus dipahami sebagai
adanya perbedaan dalam sumber data, perbedaan metode yang dipakai, dan
asumsi-asumsi yang diterapkan dalam melakukan proyeksi. Jelas menjadi
tidak relevan lagi, ketika ada yang mengklaim bahwa data penduduknyalah
yang paling akurat, tanpa memberi penjelasan mengenai sumber data,
metode, dan asumsi yang dipakai.
Penting untuk disikapi bahwa ketersediaan data penduduk yang akan
dijadikan acuan untuk membuat perencanaan di berbagai sektor dalam
wilayah yang sama harus didasarkan pada data penduduk yang disepakati
bersama. Cara yang dapat dilakukan, proyeksi penduduk untuk keperluan
perencanaan pembangunan, dalam prosesnya tidak semata-mata menjadi
pekerjaan orang demografi, tapi harus mempertimbangkan masukan dari
berbagai sektor terkait yang kelak akan menjadi pengguna data penduduk
tersebut.***