Type Here to Get Search Results !

mengenali bentuk traffiking

10 Bentuk trafiking yang paling sering ditemukan di Indonesia :
  1. Pengiriman buruh migran perempuan di bawah umur dan melanggar ketentuan peraturan
  2. PRT /PRTA
  3. Prostitusi
  4. Pengantin Pesanan, Kawin Kontrak
  5. Pekerja anak dalam situasi buruk (jermal,pengemis)
  6. Pedophilia (laki-laki dewasa suka dengan anak dibawah umur atau perempuan dewasa dengan anak dibawah umur)
  7. Pengedar narkoba
  8. Modus Duta Budaya (Penari tradisional)
  9. Perdagangan bayi dan transplatasi organ tubuh
  10. (belum terdata trafiking untuk tujuan pornografi)

Alur Perekrutan Perdagangan Orang


Perempuan Rentan Perdagangan Orang
  1. Perempuan dan anak dari keluarga miskin
  2. Perempuan dan anak dgn pendidikan terbatas
  3. Anak-anak putus sekolah
  4. Korban kekerasan ( fisik, psikis dan seksual)
  5. Para Pencari Kerja
  6. Perempuan dan anak jalanan
  7. Korban penculikan
  8. Janda cerai akibat pernikahan dini
  9. Pekerja seks yang mengangap bekerja diluar negeri menjanjikan pendapatan lebih

Pelaku Perdagangan Orang
  1. Mucikari yang mengelola rumah bordil.
  2. Para pengusaha yang membutuhkan pekerja anak yang murah, penurut dan mudah diatur.
  3. Pengusaha yang bisnisnya memerlukan perempuan muda yang dipekerjakan di panti pijat, karaoke dan tempat hiburan lainnya.
  4. Para pebisnis di bidang pariwisata yang juga menawarkan jasa layanan wisata seks.
  5. Sindikat narkoba yang memerlukan pengedar baru untuk memperluas jaringannya.
  6. Oknum yang memperdagangkan organ tubuh orang secara paksa.
  7. Keluarga yang mengadopsi anak untuk tujuan tertentu.

Faktor-faktor Penyebab Trafficking
  • Budaya Patriarchi : Objektifikasi perempuan, harga perempuan, nilai keperawanan, komoditas.
  • Tuntutan aktualisasi diri perempuan
  • Kemiskinan : migrasi, buruh migran.
  • Pendidikan dan ketrampilan : rendah
  • Nikah : usia muda (di bawah umur)
  • Tradisi : perbudakan dan eksploitasi perempuan (selir, perempuan sebagai barang upeti, PRT/PRTA)
  • Pembangunan belum menyentuh daerah terpencil/terisolasi.

Kebijakan Nasional dalam Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
  1. Keppres.No. 88 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (P3A) dan Keppres.No.87 tahun 2002 tentang Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (PESKA), selanjutnya akan disesuaikan menjadi RAN-PTPPO dan ESKA.
  2. UU.No. 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
  3. Pengesahan UU.No.13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu Bagi Saksi dan atau Korban TPPO
  5. Peraturan Pemerintah No.9 tahun 2008 tentang Tatacara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban TPPO
  6. Peraturan Presiden No. 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO
  7. PerKaPolri No.10 tahun 2007 tentang Organisasi dan Tatakerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak di Lingkungan Kepolisian Negara RI.
  8. PerKaPolri No.13 tahun 2007 tentang RPK dan Tatacara Pemeriksaan Saksi dan/atau Korban TPPO.
  9. Menteri Luar Negeri membentuk unit perlindungan (Citizen Service) di PTRI sesuai dengan peraturan Menlu, hukum dan kebiasaan internasional yang berlaku

  10. Mendorong peran serta masyarakat dalam pendampingan korban dan/atau saksi dalam proses hukum.
  11. Pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO di tingkat nasional, propinsi, kab/kota.

Peran dan tanggung jawab keluarga dan masyarakat menurut UU 21 tahun 2007

A. Upaya Pencegahan dan Penanganan
  • Masyarakat dan keluarga wajib mencegah sedini mungkin terjadinya TPPO (Pasal 56,57, 60)
  • Masyarakat dan lembaga sosial dapat turut serta dalam menangani korban tindak pidana perdagangan orang (Pasal 61)
    1. Hal ini bisa dilakukan melalui dapat membentuk Pusat Pelayanan Terpadu (PPT), Rumah Perlindungan Sosial (RPS) atau Pusat Trauma (PT).
    2. Pendampingan di bidang hukum, rehabilitasi sosial, mental dan pemulangan serta reintegrasi sosial
  • Pemerintah mendorong sebanyak-banyaknya peranserta masyarakat dalam pencegahan dan penanganan TPPO melalui Organisasi Kemasyarakatan, LSM, Pesantren, TP-PKK, LBH dan Pekerja Sosial lainnya.


B. Peran dalam Pemberdayaan dan Penyuluhan

  1. Penyebar luasan Informasi melalui kampanye, sosialisasi dan advokasi
  2. Masyarakat dan Aparat tingkat desa perlu mengembangkan pemetaan wilayah dan deteksi dini (Kader PKK, Posyandu, Karang Taruna, Pramuka,Remaja Mesjid,Osis)
  3. Anggota Keluarga dan Masyarakat perlu menjadi pemantau jika dicurigai terjadi indikasi perdagangan orang di wilayah masing-masing.

Pasal-Pasal dalam UU.No.21 tahun 2007
  • Korban yang melakukan tindak pidana perdagangan karena dipaksa oleh pelaku trafiking tidak dipidana (Pasal 18)
  • Subyek hukum TPPO mencakup kejahatan perorangan, sekelompok orang, aparat penyelenggara negara, korporasi dan kelompok terorganisir berbentuk badan hukum maupun tidak berbadan hukum. (Pasal 1)
    Contoh : Badan hukum PT,Yayasan,Koperasi, Tidak Berbadan Hukum Perhimpunan, Organisasi yang belum disyahkan Dep.HukHAM
  • Jeratan Hutang
    Definisi yang jelas tentang jeratan hutang sebagai salah satu cara (Pasal 1) “Penjeratan hutang adalah perbuatan menempatkan orang dalam status atau keadaan menjaminkan atau terpaksa menjaminkan dirinya atau keluarganya atau orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya atau jasa pribadi sebagai bentuk pelunasan hutang” Jeratan Hutang
  • Memasukkan orang ke Indonesia
    Pasal 3 :
    “Setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah negara R.I. dengan maksud untuk dieksploitasi di wilayah negara R.I. atau dieksploitasi di negara lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.120 juta dan paling banyak Rp.600 juta”.
  • Membawa WNI keluar Indonesia
    Pasal 4 :
    “Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara R.I. dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara R.I. dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.120 juta dan paling banyak Rp.600 juta”.
  • Pengangkatan Anak
    Pasal 5 :
    “Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.120 juta dan paling banyak Rp.600 juta”.
  • Pengiriman Anak
    Pasal 6 :
    “Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri dengan cara apapun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.120 juta dan paling banyak Rp.600 juta”.

Kekuatan UU.No.21 tahun 2007 ttg. PTPPO
  1. Hukuman yang lebih berat (Bab II Pasal 2 s/d 18)
    • Standar hukuman bagi pelaku dan konsumen ada sanksi terendah dan maksimum (3-15) th pidana penjara, 120-600 juta rupiah pidana denda.
    • Hukuman ditambah 1/3 dari hukuman standar jika korban mengalami luka berat, gangguan jiwa berat, penyakit menular lainnya yang membahayakan jiwanya, kehamilan atau terganggu atau hilangnya fungsi reproduksinya (Pasal 7)
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

hut