Trafficking (penjualan manusia) masih mendominasi kasus yang menimpa
perempuan dan anak-anak. Pemicu tingginya trafficking perempuan dan
anak-anak masih dilandasi ekonomi dan pendidikan.
Data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jabar juga menyebutkan tindak negatif terhadap perempuan dan anak-anak lainnya adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan seksual anak, pemalsuan akta cerai, pelecehan seksual, orang telantar, dan penculikan anak.
Pada 2010, P2TP2A menerima laporan untuk trafficking sebanyak 90 kasus, KDRT (18 kasus), kekerasan seksual anak (5), penelantaran anak (1), pemalsuan akta cerai (1 kasus), orang telantar (3), dan penculikan anak (1 ). Sedangkan pada 2011, kasus trafficking (29 kasus), KDRT (8), pelecehan seksual (2), dan anak jalanan (1).
Dilihat dari daerah, kasus yang paling banyak ditangani P2TP2A tahun 2010, Kab. Bandung menduduki urutan pertama dengan jumlah 28 kasus, Kota Bandung (18), Kab. Garut (14), Kab. Sukabumi (11), dan Kab. Sumedang (9). Sedangkan untuk tahun 2011, kasus terbanyak di Kota Bandung dengan jumlah 10 kasus, Kab. Bandung (8 kasus), Kab. Karawang (4), Kab Cirebon, Indramayu, Bogor, Purwakarta, Majalengka, dan Subang masing-masing 2 kasus.
Kepala Divisi Informasi dan Dokumentasi P2TP2A Jabar, Dr. Dedeh Fardiah, M.Si. kepada GM usai Sosialisasi Anti Trafficking dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Rumah Makan Panyaungan, Kab. Bandung, Kamis (25/5), menuturkan, masih banyaknya kasus trafficking dengan korban di Jawa Barat, karena berbagai macam alasan. Namun yang paling dominan karena terbuai dengan gaji yang cukup besar.
Biasanya korban terbujuk gaji yang cukup besar dengan pekerjaan yang baik seperti kerja di restoran, kafe, dan lainnya. Padahal kenyataannya mereka dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial atau dijadikan perempuan pemuas laki-laki, katanya.
Mengenai masih adanya tenaga kerja wanita (TKW) yang jadi korban penyiksaan atau ditelantarkan majikannya, lanjut Dedeh, karena kendala bahasa dan ketidaktahuan korban akan prosedur kerja sebagai TKW. Dalam arti, mereka disiksa karena tidak mengerti apa yang diinginkan majikannya akibat tidak mengerti bahasa.
Terkadang pendidikan dan ketidaktahuan prosedur juga berpengaruh atas kejadian tersebut, sehingga ketika mereka menghadapi masalah, tidak tahu ke mana harus mengadu karena berangkatnya juga dengan cara ilegal, jelasnya.
Tindakan pemerintah
Sementara itu, para korban trafficking yang berhasil diselamatkan oleh pemerintah, terutama Pemprov Jabar tidak dibiarkan begitu saja. Mereka dibina agar mempunyai keahlian dan diberi modal supaya bisa membuka usaha dan memperbaiki perekonomiannya.
Sayangnya bantuan tersebut ada yang disalahgunakan dan tidak sesuai dengan peruntukan. Seperti kejadian kemarin, ada yang dibantu permodalan untuk wiraswasta, uangnya malah dibelikan Play Station dan handphone. Kalau begini, percuma saja karena tidak akan meningkatkan perekonomian mereka. Makanya sekarang kitamemantau penerima bantuan, tegasnya.
Data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jabar juga menyebutkan tindak negatif terhadap perempuan dan anak-anak lainnya adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan seksual anak, pemalsuan akta cerai, pelecehan seksual, orang telantar, dan penculikan anak.
Pada 2010, P2TP2A menerima laporan untuk trafficking sebanyak 90 kasus, KDRT (18 kasus), kekerasan seksual anak (5), penelantaran anak (1), pemalsuan akta cerai (1 kasus), orang telantar (3), dan penculikan anak (1 ). Sedangkan pada 2011, kasus trafficking (29 kasus), KDRT (8), pelecehan seksual (2), dan anak jalanan (1).
Dilihat dari daerah, kasus yang paling banyak ditangani P2TP2A tahun 2010, Kab. Bandung menduduki urutan pertama dengan jumlah 28 kasus, Kota Bandung (18), Kab. Garut (14), Kab. Sukabumi (11), dan Kab. Sumedang (9). Sedangkan untuk tahun 2011, kasus terbanyak di Kota Bandung dengan jumlah 10 kasus, Kab. Bandung (8 kasus), Kab. Karawang (4), Kab Cirebon, Indramayu, Bogor, Purwakarta, Majalengka, dan Subang masing-masing 2 kasus.
Kepala Divisi Informasi dan Dokumentasi P2TP2A Jabar, Dr. Dedeh Fardiah, M.Si. kepada GM usai Sosialisasi Anti Trafficking dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Rumah Makan Panyaungan, Kab. Bandung, Kamis (25/5), menuturkan, masih banyaknya kasus trafficking dengan korban di Jawa Barat, karena berbagai macam alasan. Namun yang paling dominan karena terbuai dengan gaji yang cukup besar.
Biasanya korban terbujuk gaji yang cukup besar dengan pekerjaan yang baik seperti kerja di restoran, kafe, dan lainnya. Padahal kenyataannya mereka dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial atau dijadikan perempuan pemuas laki-laki, katanya.
Mengenai masih adanya tenaga kerja wanita (TKW) yang jadi korban penyiksaan atau ditelantarkan majikannya, lanjut Dedeh, karena kendala bahasa dan ketidaktahuan korban akan prosedur kerja sebagai TKW. Dalam arti, mereka disiksa karena tidak mengerti apa yang diinginkan majikannya akibat tidak mengerti bahasa.
Terkadang pendidikan dan ketidaktahuan prosedur juga berpengaruh atas kejadian tersebut, sehingga ketika mereka menghadapi masalah, tidak tahu ke mana harus mengadu karena berangkatnya juga dengan cara ilegal, jelasnya.
Tindakan pemerintah
Sementara itu, para korban trafficking yang berhasil diselamatkan oleh pemerintah, terutama Pemprov Jabar tidak dibiarkan begitu saja. Mereka dibina agar mempunyai keahlian dan diberi modal supaya bisa membuka usaha dan memperbaiki perekonomiannya.
Sayangnya bantuan tersebut ada yang disalahgunakan dan tidak sesuai dengan peruntukan. Seperti kejadian kemarin, ada yang dibantu permodalan untuk wiraswasta, uangnya malah dibelikan Play Station dan handphone. Kalau begini, percuma saja karena tidak akan meningkatkan perekonomian mereka. Makanya sekarang kitamemantau penerima bantuan, tegasnya.